Coba sekarang anda bayangkan bahwa hari
ini adalah hari kedua di mana anda telah menyelesaikan proyek yang cukup
penting bagi anda sekeluarga. Misalnya anda baru selesai membangun rumah makan.
Dan hari ini adalah hari pertama beroperasi. Karena ini hari pertama tentu saja
hati anda senantiasa berbunga-bunga riang gembira tiara tara. Iya to ?
Nah dalam suasana hati yang berbunga-bunga
riang gembira tiara tara tersebut, anda melihat serombongan orang berpakaian
putih berlengan panjang, bercelana panjang warna gelap dan bersepatu hitam,
sedang memasuki pelataran parkir anda. Lamat-lamat anda mulai bisa membaca name tag
yang menggelantung di saku kiri bajunya.
Name tag itu bertuliskan Direktorat Jenderal Pajak . . .
Wala dalah tukang pajak datang kemariiii .
. . ?? Rumah makan baru sehari beroperasi sudah mau di pajekiii . . . ??? Apa
ini pertanda bakal ada tindak pidana pajak dan bakal di bawa ke polisiiii . . .
???? Wah . . . tentu ini gawat sekaliiiii
. . . ?????
Dan bayangkan anda benar-benar mengalami
hal seperti itu ! Apa yang anda rasakan ? Tentu saja akan ada makhluk-makhluk
liar yang akan berkecamuk di kepala, dada anda bergemuruh, dan kaki anda
gemetaran. Lebay ya ?
Begitulah yang kami alami. Baru sehari
kami membuka usaha rumah makan spesialis Mie Ayam dan Bakso LEGENDA Klaten kami
didatangi petugas pajak dari kantor pajak Klaten. Tidak tanggung-tanggung
mereka datang berombongan dengan tiga mobil. Jumlah mereka sekitar lima belasan
orang. Wah pertanda apa ini ya ?
Hari Senin ini, tepat tengah hari, di
hari pertama kami beroperasi, mereka memasuki area parkir dan terus masuk dalam
rumah makan kami. Setelah mereka semua duduk, kami memberanikan diri untuk
bertanya, “Bapak-bapak dan ibu-ibu ini dari mana dan apa yang bisa kami bantu ?
Bukannya menjawab pertanyaan kami, salah
seorang di antara mereka (mungkin beliau supervisor rombongan ini) malah
bertanya, “Daftar menunya mana pak ?”
Walah kok malah nanya daftar menu ya ?
bisik hatiku. Bukannya kalau orang pajak itu pertanyaannya selalu terkait
dengan NPWP, sudah lapor SPT apa belum, minta laporan keuangan semacam neraca,
laporan laba rugi, dan lain-lain. Lah ini kok malah tanya menu makan ya ?
“Siap pak . . . ini daftar menunya pak ?”
jawab saya sambil menyodorkan selembar kertas berlaminating plastik bening yang
berisi daftar menu makanan dan minuman di rumah makan kami. Ada mie ayam, mie
ayam bakso, bakso biasa dan bakso super. Minumannya baru ada dua jenis; teh dan
jeruk. Maklum baru hari pertama buka, sajiannya masih sederhana, belum banyak
variasinya.
Setelah kami sodorkan daftar menu makan
kini suasananya jadi sedikit lebih riuh rendah, seperti para aktivis sedang
berkoordinasi untuk menggelar demo di DPR. Mulai muncul suara-suara yang
menyebutkan mie ayam, yang lain menyebut bakso atau suara yang menyebut es teh
yang ditingkahi suara es jeruk; saling bersahutan. Suasana jadi tambah meriah.
Kemeriahan ini lamat-lamat menelan kesan
angkernya petugas pajak. Semakin lama suasananya tambah mencair, dan bayangan
tentang pemeriksaan pajak mulai menghilang. Saya baru tahu ternyata keangkeran
petugas pajak bisa di redam dengan mie ayam. Weleh-weleh jos nan efek mie ayam
ki . . .
Awalnya memang agak tegang. Maklumlah ini
kan hari pertama kami beroperasi. Tiba-tiba datang rombongan petugas pajak. Siapa
yang gak bergemetaran coba ? Selama ini kan orang pajak itu dikesankan garang
to ? Bahkan kantor pajak mungkin telah menjadi kantor nomor tiga yang
dikesankan sebagai kantor paling seram di dunia. Pertama kantor polisi, terus
yang kedua kantor pengadilan. Begitulah kesan umum yang kadung beredar di masyarakat
. . .
Namun ternyata kesan tersebut tidak
terbukti, setidaknya pada siang hari ini. Dan kami menangkap kesan yang
sebaliknya di mana para petugas pajak itu orangnya ramah-ramah. Mereka orangnya
pada murah senyum dan mungkin juga baik hati dan tidak sombong. Mereka juga
lucu-lucu senang bercanda dan kadang saling ngeledek di antara mereka sendiri,
sebagai tanda terbukanya persahabatan mereka.
Tak lama kemudian, sajian mie ayam dan bakso
sudah terhidang di meja. Aroma bacem ayam toping mie ayam, menyeruak dari
mangkok dan menghipnotis keriuhan mereka. Hipnotis bacem ayam membuat suasana mejadi
senyap. Mereka asyik melahap semangkok mie ayam dan bakso sesuai pesanan mereka
sambil sesekali menyeruput es teh atau es jeruk. Hanya suara-suara sumpit dan
sendok berada dengan mangkok mengisi kesunyian ini.
Diam-diam saya mengamati mereka. Wouw . .
. gesture mereka sangat meyakinkan. Ternyata orang pajak itu makannya lahap dan
cepat. Mungkin ini bentuk konkrit dari pengejawantahan doktrin di mana mereka
mesti profesional dan memiliki respon cepat secepat kilat. Nilai-nilai Integritas,
Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan kini mereka terapkan di
meja makan; respon cepat semua yang terhidang sikat . . .
Tapi ngomong-ngomong mereka makan lahap
dan cepat itu karena karakter mereka yang selalu bertindak profesional apa
karena mereka pada kelaparan ya ? Wah kalau yang ini sudah bedainnya. Hanya
mereka yang bisa menjawab dengan pasti . . .
Begitulah pengalaman pertama di hari
pertama di mana untuk pertama kalinya kami menerima kunjungan pertama dari
petugas pajak. Ternyata kunjungan mereka tidak menanyakan laporan keuangan sama
sekali tapi malah bertanya soal menu makan. Alhamdulillah . . . happy ending,
ternyata mereka mampir untuk makan siang . . .
Memasuki hari ke dua, sejak pagi kami
tenggelam dalam kesibukan baru sebagai tukang mie ayam. Sekitar jam setengah
sebelas semua persiapan sudah kelar. Beberapa pembeli juga sudah mulai berdatangan,
menikmati sajian kami. Alhamdulillah . . .
Di hari Selasa, di tengah hari kembali
kami dikejutkan dengan kedatangan rombongan dengan name tag yang mirip dengan
rombongan oang-orang pajak tempo hari. Cuma kali ini mereka tidak memakai baju
warna putih lengan panjang dan bercelana gelap. Kali ini dres code rombongan
adalah baju batik dan celana warna gelap.
Meskipun dress code mereka berbeda namun
name tag mereka persis sama dengan rombongan berbaju putih lengan panjang tempo
hari. Tidak salah ini pasti rombongan orang pajak juga. Mereka berpakaian batik.
Wah-awah jangan-jangan ini rombongan Account Representativ atau malahan pemeriksa
pajak yang beneran. Wah bisa gawat ini, orang pajak memang ahlinya kalau bikin
deg-degan orang . . .
Seperti menghadapi tamu penting pada
umumnya kami bertanya,”Bapak-bapak dan ibu-ibu dari kantor pajak apa yang bisa
kami bantu pak ..bu ?”
“Daftar menunya ada pak ?” tanya bapak-bapak
yang bodinya cocok sebagai kasubag umum itu . We la dalah . . . daftar menu ? Persis
kayak yang kemarin, bisik hatiku. “Ini pak,” kata saya sambil menyodorkan
daftar menu. Dalam hati saya mengucap syukur alhamdulillah . . . ini pertanda
baik. Rombongan orang-orang pajak yang
ramah, baik hati dan tidak sombong itu datang lagi, dan pertanyaan pertama mereka
tentang daftar menu makan. Bukan soal NPWP . . . alhamdulillah . . .
Walau begitu saya agak heran dengan
mereka ini. Ada yang aneh, kenapa jam istirahat seperti ini malah mereka
gunakan untuk makan bareng-bareng teman kerjanya. Kenapa mereka istirahat tidak
pulang dan makan siang bersama keluarganya atau untuk sekedar bobok-bobok siang
mengusir kepenatan badan setelah kerja setengah hari ini. Bukankah mereka sehari-harinya
kerja dari pagi sampai sore, la kok jam istirahat mereka tidak pulang kepada
keluarganya ? Aneh ya . . .
Usut punya usut ternyata banyak di antara
mereka para pegawai pajak itu yang tidak tinggal di Klaten. Mereka bekerja di
kantor pajak Klaten, tapi rumah mereka ada yang berada di Solo atau di Jogja.
Karena jauhnya jarak dari kantor ke rumah, sehingga jam istirahat tidak
digunakan untuk pulang makan siang bersama keluarganya, apa lagi bobok siang.
Bahkan diantara mereka ada yang keluarganya di Jawa Timur atau di Jawa Barat.
Lah jauh amaatt . . .
Konon resiko bekerja di kantor pajak
emang seperti itu. Mereka harus berpindah-pindah kantor mengikuti aturan mutasi
yang ditetapkan oleh kantor pusatnya. Jadi seorang pegawai kantor pajak yang
bekerja di Klaten bisa saja keluarganya menetap di kota Bekasi. Yang keluarganya
di Klaten bisa juga berdinas di kantor pajak Kolaka atau Praya. Tahu nggak itu
adanya di mana ? Indonesialah pokoknya. Ooo . . . begitu ya . . . kasian banget
mereka ini . . . beda sama tukang mie ayam ya . . .
Kalau tukang mie ayam, di mana dia
mangkal ya di situ keluarganya bermukim. Di mana dia mangkal di situ bumi
dipijak sekaligus keluarga diajak. Simple amat ya tukang mie ayam ini . . . dunianya
hanya selebar daun seledri . . . he he he . . .
Beda tempat berdinas tentu beda fulus
yang mengalir ke kantong. Kalau dinasnya di kantor pajak tentu fulusnya lancar
mengalir dalam bentuk gelondongan gede-gede warnanya merah-merah. Lebih-lebih
jika dinasnya di kantor yang jauh, yang berada di pinggir-pinggir Indonesia.
Iya to ?
Kalau dinasnya di rumah makan mie ayam
tentu yang mengalir ke lacinya lebih sering dalam bentuk uang recehan. Alhamdulillah
recehanpun kalau disyukuri bisa mengalir dengan deras. Kalau deras akan cepat
bikin basah. Bukankah banyak orang yang pingin kerja di tempat basah ? Berarti
dia cocok jadi tukang mie ayam, jualan di musim hujan . . . he he he . . .
Orang bijak pernah bilang bahwa di setiap
tempat dan di setiap profesi ( dengan catatan bahwa keduanya adalah kebaikan )
ada berkahnya masing-masing. Tidak ada satu tempat atau satu profesi yang
memborong semua berkah, dengan tidak menyisakan keberkahan untuk profesi yang
lain.
Karena satu profesi kerap kali akan
menjadi pelengkap bagi profesi yang lain. Seorang Bupati akan pergi ke kantor
dengan baju kegedean dan celana kedodoran jika tidak ada tukang jahit. Seorang
tukang jahit akan menjalani profesinya dengan aras-arasen jika tidak dibantu si
mbok tukang jamu untuk membuatkan beras kencur penambah staminanya. Si mbok
jamu juga tidak semangat bekerja jika perut nya lapar. Di sinilah tukang mie
ayam bisa menjadi pahlawan penyelamat si mbok jamu, karena tukang mie ayam
sudah tahu rahasianya yaitu semangkok mie ayam. Yang terakhir kebagian peran
tentu saja bapak dan ibu dari kantor pajak tadi. Perannya apa hayo ?
Jika semua profesi di atas bisa seiring
sejalan maka segalanya akan menjadi indah. Senyum pak Bupati bisa segera
mengembang karena sektor UKM bertumbuh dengan baik, di mana hal ini berarti bertambahnya
kesejahteraan pada rakyatnya, sekaligus bisa menjadi tambahan retribusi bagi
Pemda. Sektor pajak juga mendapatkan berkahnya karena jika sektor UKM bertumbuh
dengan baik maka PPh juga akan terdongkrak. Iya to ? Demikian dengan om tukang
jahit, mbok jamu dan tukang mie ayam, semua bisa tertawa-tawa bersama dengan
riang gembira . . .
Begitulah mata rantai profesi itu
berkelit kelindan hingga terjalin keharmonisan, karena memang saling
membutuhkan. Syukur-syukur jika pak Bupati juga penikmat mie ayam, seperti bapak
ibu dari kantor pajak, om tukang jahit dan mbok jamu . . . mari mampir di Rumah Makan Mie Ayam
LEGENDA Klaten. Mampir masss . . . Tarik maang . . .
Klaten iku luas le... alamat lengkape endi...
BalasHapus